Wednesday, December 2, 2009

PENGGUNAAN INSULINPADA PASIENDIABETES MELITUS

Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM)
atau sering dikenal
sebagai kencing manis,
ditandai dengan
kelompok gejala
hiperglikemia; perubahan
metabolisme lemak,
karbohidrat, dan protein;
serta meningkatnya
resiko komplikasi
penyakit vaskuler baik
makrovaskuler (penyakit
kardiovaskuler) dan
mikrovaskuler
(nefropati, retinopati dan
neuropati). Semua ini
timbul akibat defisiensi
sintesis dan sekresi
insulin. Di Amerika,
sekitar 18,2 juta
penduduknya menderita
DM dan hanya dua
pertiganya saja yang
dapat terdiagnosa. DM
merupakan penyebab
utama terjadinya
kebutaan pada usia
sekitar 20 –74 tahun,
penyakit ginjal, serta
75% dapat menyebabkan
kematian karena DM tipe
2.
DM diklasifikasikan
menjadi dua yaitu DM
tipe 1 yang bergantung
pada insulin (IDDM), dan
DM tipe 2 yang tidak
bergantung pada insulin
(NIDDM). DM tipe 1
merupakan penyakit
autoimun yang biasa
dialami oleh anak-anak
atau remaja, dimana sel
beta pankreas
dihancurkan sehingga
tidak mampu
memproduksi insulin
endogen yang
bertanggung jawab
terhadap peningkatan
glukosa darah. DM tipe 2,
terjadi defisiensi insulin
yang didahului oleh
adanya resistensi insulin
di otot, lemak dan hati
(terutama pada obesitas
viseral), dan bersamaan
itu disertai gangguan
sekresi insulin sel beta
pankreas yang lambat
laun menjadi defisiensi
insulin yang permanen.
Prevalensi terjadinya DM
tipe 1 hanya sekitar
5-10% dari semua kasus
diabetes jika
dibandingkan dengan DM
tipe 2 yang mencapai
90-95%.
Selain itu, terdapat jenis
diabetes mellitus
gestasional (DMG) yang
juga disebabkan oleh
resistansi insulin yang
terjadi pada wanita
hamil. DMG biasanya
terjadi pada trimester
kedua atau ketiga. Saat
ini insulin dipergunakan
untuk DM tipe 1 dan DM
tipe 2 dengan berbagai
macam indikasi.
Umumnya, terapi insulin
diberikan pada pasien DM
tipe 2 apabila
pengobatan dengan
antidiabetik oral gagal.
Pasien DMG juga diberi
terapi dengan insulin,
namun biasanya glukosa
darah akan kembali
normal setelah
melahirkan.
Penyebab terjadinya DM
sangat bervariasi, bisa
karena faktor keturunan,
usia, kegemukan, ras,
serta gaya hidup. Faktor
genetik dan lingkungan
berperan dalam
timbulnya kedua tipe DM,
tetapi faktor genetik
lebih nyata pada NIDDM.
Pada IDDM, faktor
genetik berhubungan
dengan pengaturan
genetik pada respon
imun sehingga IDDM
sering muncul pada
penyakit autoimun
terhadap sel beta
pankreas. Penyebab
terbanyak dari
kehilangan sel beta pada
diabetes tipe 1 adalah
kesalahan reaksi
autoimunitas yang
menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya
infeksi pada tubuh.
Komplikasi DM pada
retina, ginjal, dan sistem
saraf perifer, serta
meningkatnya mortalitas
dan resiko penyakit
vaskular dapat dicegah
dengan
mempertahankan kadar
gula darah dalam batas
normal, menjaga agar
kadar lipid dan tekanan
darah tetap normal juga
mencegah meningkatnya
resiko tersebut. Insulin
eksogen dan obat
antidiabetik oral dapat
diberikan untuk
mempertahankan kadar
gula darah normal.
Terapi insulin yang
intensif dapat
mengurangi morbiditas
dan mortalitas pasien
DM.
Insulin
Insulin termasuk hormon
polipeptida yang
awalnya diekstraksi dari
pankreas babi maupun
sapi, tetapi kini telah
dapat disintesis dengan
teknologi rekombinan
DNA menggunakan E.coli.
Susunan asam amino
insulin manusia berbeda
dengan susunan insulin
hewani; insulin
rekombinan dibuat
sesuai dengan susunan
insulin manusia sehingga
disebut sebagai human
insulin. Saat ini insulin
biosintetik tersedia di
Indonesia.
Insulin merupakan
hormon yang diproduksi
oleh sel beta di dalam
pankreas dan digunakan
untuk mengontrol kadar
glukosa dalam darah.
Sekresi insulin terdiri dari
2 komponen. Komponen
pertama yaitu: sekresi
insulin basal kira-kira 1
unit/jam dan terjadi
diantara waktu makan,
waktu malam hari dan
keadaan puasa.
Komponen kedua yaitu:
sekresi insulin prandial
yang menghasilkan
kadar insulin 5-10 kali
lebih besar dari kadar
insulin basal dan
diproduksi secara
pulsatif dalam waktu
0,5-1 jam sesudah
makan dan mencapai
puncak dalam 30-45
menit, kemudian
menurun dengan cepat
mengikuti penurunan
kadar glukosa basal.
Kemampuan sekresi
insulin prandial berkaitan
erat dengan kemampuan
ambilan glukosa oleh
jaringan perifer.
Insulin berperan dalam
penggunaan glukosa oleh
sel tubuh untuk
pembentukan energi,
apabila tidak ada insulin
maka sel tidak dapat
menggunakan glukosa
sehingga proses
metabolisme menjadi
terganggu. Proses yang
terjadi yaitu karbohidrat
dimetabolisme oleh
tubuh untuk
menghasilkan glukosa,
glukosa tersebut
selanjutnya diabsorbsi di
saluran pencernaan
menuju ke aliran darah
untuk dioksidasi di otot
skelet sehingga
menghasilkan energi.
Glukosa juga disimpan
dalam hati dalam bentuk
glikogen kemudian
diubah dalam jaringan
adiposa menjadi lemak
dan trigliserida. Insulin
memfasilitasi proses
tersebut. Insulin akan
meningkatkan
pengikatan glukosa oleh
jaringan, meningkatkan
level glikogen dalam
hati, mengurangi
pemecahan glikogen
(glikogenolisis) di hati,
meningkatkan sintesis
asam lemak,
menurunkan pemecahan
asam lemak menjadi
badan keton, dan
membantu
penggabungan asam
amino menjadi protein.
Insulin sampai saat ini
dikelompokkan menjadi
beberapa jenis antara
lain:
1. Kerja cepat (rapid
acting)
Contoh: Actrapid, Humulin
R,Reguler Insulin (Crystal
Zinc Insulin)
Bentuknya larutan jernih,
efek puncak 2-4 jam
setelah penyuntikan,
durasi kerja sampai 6
jam. Merupakan satu-
satunya insulin yang
dapat dipergunakan
secara intra vena. Bisa
dicampur dengan insulin
kerja menengah atau
insulin kerja panjang.
2. Kerja menengah
(intermediate acting)
Contoh: Insulatard,
Monotard, Humulin N,
NPH, Insulin Lente
Dengan menambah
protamin (NPH / Neutral
Protamin Hagedom) atau
zinc (pada insulin lente),
maka bentuknya
menjadi suspensi yang
akan memperlambat
absorpsi sehingga efek
menjadi lebih panjang.
Bentuk NPH tidak
imunogenik karena
protamin bukanlah
protein.
3. Kerja panjang ( long
acting)
Contoh: Insulin Glargine,
Insulin Ultralente, PZI
Insulin bentuk ini
diperlukan untuk tujuan
mempertahankan insulin
basal yang konstan.
Semua jenis insulin yang
beredar saat ini sudah
sangat murni, sebab
apabila tidak murni akan
memicu imunogenitas,
resistensi, lipoatrofi atau
lipohipertrofi.
Cara pemberian insulin
ada beberapa macam: a)
intra vena: bekerja
sangat cepat yakni
dalam 2-5 menit akan
terjadi penurunan
glukosa darah, b)
intramuskuler:
penyerapannya lebih
cepat 2 kali lipat
daripada subkutan, c)
subkutan: penyerapanya
tergantung lokasi
penyuntikan, pemijatan,
kedalaman, konsentrasi.
Lokasi abdomen lebih
cepat dari paha maupun
lengan. Jenis insulin
human lebih cepat dari
insulin animal, insulin
analog lebih cepat dari
insulin human.
Insulin diberikan
subkutan dengan tujuan
mempertahankan kadar
gula darah dalam batas
normal sepanjang hari
yaitu 80-120 mg% saat
puasa dan 80-160 mg%
setelah makan. Untuk
pasien usia diatas 60
tahun batas ini lebih
tinggi yaitu puasa kurang
dari 150 mg% dan kurang
dari 200 mg% setelah
makan. Karena kadar
gula darah memang naik
turun sepanjang hari,
maka sesekali kadar ini
mungkin lebih dari 180
mg% (10 mmol/liter),
tetapi kadar lembah
(through) dalam sehari
harus diusahakan tidak
lebih rendah dari 70 mg%
(4 mmol/liter). Insulin
sebaiknya disuntikkan di
tempat yang berbeda,
tetapi paling baik
dibawah kulit perut.
Dosis dan frekuensi
penyuntikan ditentukan
berdasarkan kebutuhan
setiap pasien akan
insulin. Untuk tujuan
pengobatan, dosis insulin
dinyatakan dalam unit
(U). Setiap unit
merupakan jumlah yang
diperlukan untuk
menurunkan kadar gula
darah kelinci sebanyak
45 mg% dalam bioassay.
Sediaan homogen human
insulin mengandung
25-30 IU/mg.
Salah satu insulin yang
dapat menjadi pilihan
untuk terapi DM yaitu
LANTUS®(nama dagang)
dengan nama generik
insulin glargine, indikasi
dari LANTUS® yaitu
untuk DM tipe 1 dan tipe
2. LANTUS®
dikontraindikasikan bagi
pasien yang hipersensitif
terhadap insulin glargine,
efek samping yang
mungkin terjadi yaitu
nyeri pada sisi injeksi
dan hipoglikemia.
LANTUS® (PT Sanofi-
Aventis) bisa menjadi
pilihan karena insulin
glargine telah diuji dan
dinyatakan efektif dan
aman untuk diberikan
kepada kasus-kasus DM
tipe 1 dan tipe 2 oleh FDA
dan oleh ’the European
Agency for the
Evaluation of Medical
Products ’. LANTUS®
juga memiliki
keuntungan karena
memberikan
kenyamanan untuk
pasien dengan satu kali
suntikan per hari dan
pasien dapat dengan
mudah dan aman
mentitrasi LANTUS®.
Bentuk sediaan LANTUS®
yaitu (1) Cartridges: 3 ml
untuk digunakan OptiPen
Pro (300 IU insulin
glargine), box cartridges
5 x 3 ml, (2) Vials: 10 ml
vials (1000 IU insulin
glargine), (3) Pre-filled
pens: 3 ml Optiset pre-
filled, disposable pen
(pen sekali pakai) dengan
nama OptiSet®, optiset
5×3 ml, incremental dose
= 2 IU, max dose/inj = 40
IU. Dosis LANTUS® yaitu
pasien tipe 2 yang telah
diobati dengan obat
hiperglikemia oral,
memulai dengan insulin
glargine dengan dosis 10
IU sekali sehari. Dosis
selanjutnya diatur
menurut kebutuhan
pasien,dengan dosis total
harian berkisar dari
2-100 IU.Pasien yang
mau menukar insulin
kerja sedang atau
panjang sekali sehari
menjadi insulin glargine
sekali sehari, tak perlu
melakukan perubahan
dosis awal. Tapi jika
pemberian sebelumnya
dua kali sehari, maka
dosis awal insulin
glargine dikurangi
sekitar 20% untuk
menghindari
kemungkinan
hipoglikemia. Untuk
selanjutnya dosis diatur
sesuai kebutuhan pasien.
Insulin glargine adalah
’ long-acting basal
insulin analouge’ yang
pertama kali
dipergunakan dalam
pengobatan DM baik
tipe-1 maupun tipe-2,
disuntikkan subkutan
malam hari menjelang
tidur. Insulin glargine
tidak diberikan secara
intra vena karena dapat
menyebabkan
hipoglikemia. Preparat ini
dibuat dari modifikasi
struktur biokimiawi
’ native human insulin’
yang menghasilkan
khasiat klinik yang baru
yaitu ’delayed onset of
action and a constant,
peakless effect ’, yang
mencapai hampir 24 jam
efektif. Memiliki potensi
yang setara dengan
insulin NPH dalam
menurunkan HbA1c dan
kadar glukosa darah,
namun lebih aman oleh
karena ’peakless
effect’ tersebut dapat
mengurangi kejadian
hipoglikemi malam hari.
Preparat ini dinyatakan
efektif dan aman untuk
diberikan kepada kasus-
kasus diabetes melitus
tipe-1 maupun tipe-2,
dan mampu memenuhi
kebutuhan insulin basal.
Target pengendalian
glukosa darah pada
penggunaan monoterapi
insulin glargine pada
kasus-kasus DMG
mengacu pada
’ American Collage of
Obstetricians and
Gynecologist for Women
with GDM ’, yaitu
glukosa puasa ≤ 95 mg/
dl, 2 jam pp ≤ 120 mg/dl.
Hasil penelitian pada
dasarnya menjelaskan
bahwa insulin glargine
berhasil mengendalikan
glukosa darah pada
kasus-kasus DMG sesuai
target seperti tersebut di
atas, tanpa terjadi
hipoglikemi, dengan
beberapa catatan
sebagai berikut: (a)
glukosa 2 jam pp
sebelum perlakuan tidak
lebih dari 150 mg/dl, (b)
dosis awal bervariasi
10-50 unit, disuntikkan
pagi hari sebelum makan
pagi, ditingkatkan 3-5
unit bertahap untuk
mencapai target
pengendalian glukosa
darah, (c) dosis waktu
partus bervariasi 18-78
unit, (d) waktu dilahirkan
tidak ada bayi dengan
berat badan lebih dari
normal, dan tidak ada
yang mengalami
hipoglikemi, (e) dosis
perhari dalam trimester
pertama adalah 0,4-0,5
unit/kg, trimester kedua
0,5-0,6 unit/kg, dan
trimester ketiga 0,7-0,8
unit/ kg.
Pustaka
Anonim, 2007. Diabetes
Mellitus, http://
wapedia.mobi/id/
Diabetes_mellitus.
Diakses pada 21
Desember 2007.
Anonim, 2006, MIMS
Indonesia Petunjuk
Konsultasi, edisi 6, 251,
CMP Medika, Jakarta.
Anonim, 2000,
Informatorium Obat
Nasional Indonesia, 263,
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan
Makanan, Jakarta.
Curtis L. Triplitt, Charles
A. Reasner, and William L.
Isley, 1999, Diabetes
Mellitus in Dipiro, J.T.,
Talbert, R.l., Yee, G.C.,
Matzke, G.R., Wells, B.G.,
and Posey, L.M., (Eds.),
Pharmacotherapy A
Pathophysiologic
Approach, 3th edition,
1333-1363, Appleton &
Lange, Stamford.
Mayfield, J.A., 2004,
Insulin Therapy for Type
2 Diabetes: Rescue,
Augmentation, and
Replacement of Beta-Cell
Function, http://
www.postgradmed.com/
issues/ 1997/02_97/
skyler.htm. Diakses pada
21 Desember 2007.
Tjokorda Gde Dalem
Pemanyun, 2007,
Rasionalisasi Terapi
Kombinasi Insulin dengan
OHO, dalam Simposium
“ Insulin Sahabat
Diabetisi” Dalam Rangka
Memperingati Hari
Diabetes Nasional IV (12
Juli 2007).
Darmono, 2007,
Pengobatan Insulin
Glargine (Long-Acting
Insulin Analouge) Pada
Penderita Diabetes
Melitus, dalam
Simposium “Insulin
Sahabat Diabetisi”
Dalam Rangka
Memperingati Hari
Diabetes Nasional IV (12
Juli 2007)

No comments:

Post a Comment